Butir
embun merayap turun ke ujung daun
Desik
semak mulai mengusikku
Hembus
pawana merasuki tubuh ini
Sinar
mentari mengendap menyambangi diri
Terdengar
semayup nyanyian cakrawala
Dengan
tatapan nanar, kuratapi tabiatku selama ini
Memandangi
duka nestapa yang berdarah, namun tak menetes
Aku
hanya memaksa langkah tuk menjauh,
tanpa
belajar cara menggerakkan kaki
Kubiarkan
bibir ini terus bergeming,
tanpa
jeda terus berceloteh
Hanya
mengerang hanya memekik,
tanpa
terbesit niat tuk berusaha berdiri
Pagi berlalu begitu saja, bagai
nafas menyapa angin
meninggalkan
memoar penuh ilusi
Kini
takkan kubiarkan caci-maki itu menghinaku
Takkan
ku biarkan tubuh ini terkulai,
terkapar,
tergeletak tak bergubna
Walau
terhuyung-huyung, kupastikan kaki ini ‘kan bergerak
Dengan
suara sengau, kusenandungkan nada yang melenakan
Bersenjata
sekelumit harapan yang bercampur penyesalan
Meski
mentari tlah bersembunyi,
Dia
akan tetap menyinari walau tampak sebagai bulan
Itu
yang akan ku perbuat
Yang
kemarin terjadi, takkan terulang takkan kembali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar